Monthly Archives: September 2008

nge-blog

ini memang uneg-uneg pribadi.. menanggapi sebuah postingan seseorang yang tak sengaja aku tengokin alamatnya. dalam perspektif pribadiku, postingan itu kok terkesan arogan, dan semuanya sendiri… yupp, tentu saja, itu hak dia.. hanya aku sedikit terganggu..

misalnya, dia mengatakan bahwa blog itu dibuat untuk berkenalan secara dekat dengan beberapa orang saja, bukan ditujukan bagi orang-orang yang –menurut dia norak banget — karena meninggalkan alamat supaya bisa balik dikunjungi.. dia mengaku, dalam postingan itu, ingin membangun hubungan yang intens dengan sedikit orang saja, tetapi berkualitas daripada banyak orang dan nggak jelas..

dia juga sudah membagi blog tersebut dengan beberapa kriteria.. it’s ok.. no problem, tapi sekali lagi aku kok agak terganggu dengan kalimat yang disampaikannya…

hehehe,.. aku pasti dibilang kurang kerjaan dengan membuat postingan ini, tapi aku merasa sangat ingin menulisnya.. karena itu tadi, agak terganggu… makanya ditulis ajalah, biar nggak jadi jerawat ato bisul hehehe… (jadi inget, dulu temanku bilang, dia bukan bergosip tapi curhat, ketimbang jadi jerawat kalo nggak diungkapkan..:D)

 menurutku, dunia maya ini sangatlah luas.. sangatlah bebas dan boleh dibilang tanpa aturan, orang boleh datang dan pergi sesukanya, kapan saja… kalo ada yang keberatan dengan hal tersebut, yaaaa…ndak usah nge-blog 🙂

maksudku, jika seseorang kemudian membuat aturan ini dan itu, aku pikir nggak pas…

oya, aku memilih wordpress sebagai tempat berekspresi karena semua orang bisa dengan mudah mengunjunginya, bisa naro foto juga sekaligus… nggak perlu jadi member wordpress dulu untuk bisa kasih komentar.. jadi aku justru membuka seluas-luasnya info dari blog ini, agar lebih dibaca orang banyak, bahkan dikomentari pula..

aku agak sebel juga saat mengunjungi satu dua alamat blog yang mengharuskan kita mendaftar sebagai member… haduhhh, ngurusin email tiga biji aja susah, trus ngelola blog sendiri aja susah, kok musti daftar2 lagi ke blog yang lain.. jadi yaaa, sori ya teman-teman yang punya blog yang mewajibkan pembacanya — yang ingin berkomentar — untuk jadi member…

alhamdulillah, aku nemu wordpress ini… sesuai banget dengan yang aku cari, simple tapi komplit hehehe…

so, yang mau berkomentar di sini, i welcome to you.. please feel free…

Dijawab langsung

Dijawab Langsung

 

Pernah nggak, memikirkan sesuatu dan kemudian mendapatkan jawaban mengenai hal tersebut saat itu juga…Aku baru saja mengalaminya, tadi siang.

Hari ini aku ujian final, setelah selama enam bulan berkutat dengan bahasa Inggris dan segala hal yang berkaitan dengan persiapan memulai studi di negeri kangguru, insya Allah.

Usai ujian, aku bertemu dengan seorang teman di pintu keluar. Dia memandangku dengan wajah muram dan bilang kalo dirinya akan mengambil tes lagi. Kenapa? “aku tadi nggak bisa menyelesaikan listening dan reading, waktunya habis… aku tadi sakit perut. Pokoknya kacau… Trus pas ngerjain writing, aku bisa. Tapi ternyata kemudian aku menyadari kalo aku salah menjawab soal. Bener-bener ancur,’’ujar dia. Duh, aku prihatin mendengarnya.

Lalu aku ingat, bahwa pagi tadi, sebelum masuk ke ruang ujian, temanku itu sempat kusapa. Ia tampak ceria seperti biasanya, tak kelihatan seperti orang yang sedang sakit… Lha kok tiba-tiba di dalam ruang ujian (yang ruangnya berbeda dengan ruanganku) dia merasa sakti perut sehingga harus berlama-lama di toilet? Ya tentu saja, waktunya habis karena tidak ada tambahan waktu untuk menyelesaikan.

Dalam perjalanan ke kantor lamaku, di dalam bus transjakarta, aku berpikir mengenai hal tersebut. Aku terus saja memikirkannya dalam hati.. “Kok bisa ya, ujug-ujug sakit perut.. wong dia tadi pagi keliatan sehat wal afiat,” kataku terus.

Setibanya di kantor tersebut, aku menyelesaikan sebuah urusan dan mendadak muncul temanku. Dia pun bercerita panjang lebar mengenai perkembangan terakhir kabar dia… Selagi dia bercerita, setelah sekitar 20 menitan… tiba-tiba saja perutku mules. Aku memberikan pertanda padanya bahwa aku akan ke belakang, dia pun mengerti. Saking sakit perutku, aku tak sempat berbaik-baik saat say good bye… aku keburu tak tahan dengan mules yang tiba-tiba menyerang.

Usai menunaikan amanat perutku, aku duduk sendirian… dan sadar mengenai hal tersebut. “Allah menjawab pertanyaanku secara langsung, dengan memberikan contoh soalnya sekalian!” ujarku dalam hati.

Yup,.. tak ada angin tak ada hujan, mana aku pun sedang berpuasa… kok mendadak aku mules dan sakit perut tak keruan. Yang uniknya lagi, sampai saat berbuka tiba, aku merasa baik-baik saja, alhamdulillah.

Aku benar-benar menyadari, bahwa kuasa Allah memang tak terbendung, apapun yang dikehendakiNya pasti terjadi… sekadar membuat makhlukNya sakit perut sih, keciiiiiillllll….. seketika datang dan seketika itu juga disembuhkanNya… subhanallah.

 

Kemudian aku berpikir, betapa kecilnya aku ini… betapa seringkali sok tau aku ini.. dan betapa Allah Maha Segalanya… Jadi, kenapa musti cemas dengan hasil ujian, misalnya, atau cemas dengan segala hal yang sudah dijamin Allah…???? Yang harus kita lakukan adalah mempercayai ketentuan Allah, setelah kita berikhtiar – yang memang menjadi kewajiban kita. Selebihnya biarlah Allah yang menentukan…

Cukuplah Allah sebagai pemberi petunjuk dan penolong…

 

Perjanjian yang Kokoh

Hanya ada tiga (3)  “perjanjian yang kokoh” di dalam Alquran. Pertama, perjanjian antara Allah dengan para nabi, termasuk dengan Rasululllah SAW ketika mengangkat mereka sebagai utusanNya. Kedua, ketika Allah mengangkat bukit Thursina di atas kaum Bani Israil sebagai bentuk sumpah setia mereka kepadaNya. Ketiga, akad nikah… janji nikah antara dua anak manusia yang berlainan jenis di hadapan Allah untuk melaksanakan sunnah Rasul SAW – adalah perjanjian yang kokoh. Setelah menikah, lelaki menjadi imam bagi keluarganya dan istri menjadi imam di dalam rumah suami…..*

 

Apa maknanya?

Bahwa pernikahan yang kita laksanakan adalah sebuah ikatan suci, yang tinggi nilainya di hadapan Allah SWT. Bayangkan saja, hanya tiga hal yang disebut Allah sebagai perjanjian yang kokoh (mistaqun gholidho).

 

Lalu mengapa, kita tak menjaga ikatan suci itu dengan sebaik-baiknya… berupaya sekuat tenaga untuk menggapai keridhoan Allah SWT melalui perjanjian yang kokoh itu….

Kita sudah mengambil keputusan untuk menikah, kita harus bertanggung jawab..

 

Jangan pernah katakan “aku salah pilih”… kita punya akal, punya perasaan dan punya kebebasan untuk memilih..

 

Pernikahan adalah perjanjian yang kokoh dengan Allah..

Subhanallah, saat aku diingatkan dengan hal tersebut.. aku kembali diingatkan saat menikah dulu, penantian yang panjang itu sudah berlalu.. kini tinggal mensyukurinya dan selalu berjuang keras menjaganya.. dalam keadaan apapun.

Pernikahan adalah perjanjian yang kokoh dengan Allah, menguatkanku untuk terus berjuang.. dan berjuang…

 

Makanya, setelah mendengar dan memikirkan hal tersebut, saat bertemu suamiku kemudian, aku meminta maaf padanya karena sering bandel dan suka membantah… meskipun niatku baik, tetapi kadang-kadang hal tersebut aku lakukan karena aku tak mau kalah dari suamiku..

Bener kok.. ternyata tak mudah menjadi istri yang baik 😀 tapi aku tetap berikhtiar terussss…..insya Allah.

 

* petikan dari khotbah nikah yang disampaikan pada akad nikah ayu-ahmad pada 13 september 2008

 

Menjadi Caleg

Hari-hari ini, istilah caleg atau calon legislatif,  cukup sering dibicarakan. maklum, belum lama ini partai-partai mendaftarkan calegnya untuk pemilu legislatif yang akan digelar April mendatang. sementara aku masih tetap berkutat dengan bahasa inggris, persiapan ujian dan tentu saja..Ramadhan (ini adalah Ramadhan pertama sejak 11 tahun yang lalu, aku bisa buka puasa tanpa mengerjakan kerjaan… karena aku sekarang dah nggak kerja lagi hehehe….).

Sore itu aku sedang mencari SMS yang berisi alamat seorang teman, tempat kami akan berbuka bersama. Tiba-tiba ada SMS lain masuk… isinya? “An, jadi nggak ke australia, kalo nggak jadi… ini ada tawaran untuk nyaleg”…

aku membalasnya dengan mengatakan, “wah.. ikutan partai apa nih”… tapi ternyata SMS yang masuk kemudian adalah penegasan untuk penawaran menjadi caleg! Yup.. aku ditawari jadi caleg dari sebuah partai baru.. untuk daerah pemilihan di Jateng.. katanya kans-nya cukup besar. “Partai ini kekurangan perempuan untuk caleg, jadi kans nya besar…” ujar SMS temanku lagi.

Aku tertawa dan mengatakan bahwa negeri kangguru masih lebih menggoda. mungkin kelak kalo sepulang dari sana, aku boleh ditawarin lagi. Apa jawabnya? “Ok, ntar kalo kamu dah balik… kita atur PAW (pergantian antar-waktu)”…hahaha… emangnya dia ketua partainya…:D

Bagaimanapun, aku tak pernah berpikir untuk menjadi anggota legislatif… menjadi bagian dari pemerintahan secara benar-benar.. apalagi, aku belum tertarik untuk berpartai politik. Setahun atau dua tahun silam, aku pernah berdiskusi dengan seorang teman mengenai kemungkinan menjadi wali kota bandung hahaha… mimpi lain lagi niy…

Dia bilang, mengapa tak mencoba mendaftar? aku katakan, ntar kalo aku dah kaya.. sehingga aku tak lagi tergoda untuk berbuat korupsi dan benar-benar hanya mengabdi untuk kepentingan rakyat. selain itu, aku tak tertarik menjadi anggota partai, kataku. Dia mengatakan,”ya masuk dari jalur independen.” aku bilang, “kalo gitu masih lama dong….” tapi ternyata, tahun ini sudah bisa menjadi kepala daerah melalui jalur independen alias non-partai…

sementara seniorku yang lain mengatakan bahwa “kaya itu nggak ada ukurannya”… jadi kalo nunggu menjadi kaya, kapan…? tapi dalam pandanganku, ketika aku merasa sudah tercukupi dengan baik segala kebutuhanku, maka aku akan lebih bisa berkonsentrasi dengan urusan rakyat semata-mata… “mungkin 10 tahun lagi,” ungkapku dengan tawa lebar. (sssstt.. saat mengatakan hal tersebut aku belum menikah…jadi memang beda situasinya).

Ketika aku menceritakan mengenai tawaran untuk menjadi caleg itu, kepada suamiku, dia malah bilang gini: kamu punya peluang untuk itu kok…

Halahhhhh!!!!

memegang amanah itu berat. Islam mengatakan bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya atas amanah yang dititipkan kepadanya… tak cuma itu, bahkan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas dirinya sendiri… Sooo, berat banget pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak, jika kita memilih untuk menjadi seseorang yang mau menanggung hidup orang banyak…

nantilah dulu… benahi diri dulu..:D

Mengapa Bank Syariah? [2]

Dengan penjelasannya seperti itu (lihat : mengapa bank syariah -1), maka nasabah jadi lebih pasti dalam melakukan pembayaran cicilan ke bank, sebab tak berfluktuasi setiap bulannya. Pihak bank juga diuntungkan karena kepastian tersebut… Yang menjadikan sistem yang diterapkan bank konvensional itu haram, sebab adanya ketidakpastian.. . (ingat-ingat deh, mengapa judi dilarang.. salah satunya karena ada ketidakpastian dan salah satu pihak akan dirugikan dengan sedemikian rupa sementara pihak yang lain diuntungkan).

 

Demikian juga dalam perbankan syariah atau ekonomi Islam secara keseluruhan, yang dikedepankan adalah keadilan. Dengan menerapkan sistem bagi hasil, jika usaha yang dilakukan menguntungkan maka kedua belah pihak untung, sementara jika usaha yang dilakukan merugi, maka kedua belah pihak menerima dampaknya.

 

Lalu mengapa, ada komentar bahwa bank syariah saat ini bukan murni syariah, jawabannya sederhana : kebanyakan perbankan syariah menjalankan skema murabahah atau jual-beli, bukan mudarobah atau bagi-hasil. Mengapa ini terjadi? Sebab masyarakat Indonesia dan juga perbankan belum sepenuhnya siap dengan sistem bagi hasil ini di sisi lain sistem jual-beli jauh lebih mudah untuk dilakukan.

 

Tapi jangan khawatir karena saat ini perbankan syariah sudah mulai meningkatkan porsi skema bagi-hasil, dan menurunkan skema jual-beli. Persoalannya, jika masyarakat tidak mendukung dengan ikut memanfaatkan layanan perbankan syariah, bagaimana proses ini bisa berjalan lebih cepat?

 

Kemudian, benarkah perbankan syariah saat ini menjadi wabah? Dalam arti bank-bank itu hanya ikut-ikutan saja membuka cabang syariah atau mengkonversi seluruh banknya menjadi bank syariah? Wow.. itu pernyataan yang hanya dilatari oleh ketidaktahuan semata. Pasalnya, “demam” sistem ekonomi Islam ini tak cuma terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.

 

Tahukah, bahwa Inggris saat ini terus berbenah diri untuk menjadi pintu gerbang bagi perekonomian Islam di Eropa? Tahukah, Singapura sudah menyiapkan segala aturan dan perangkat ekonomi Islam padahal belum ada satupun bank Islam yang berdiri di sana… Mengapa ini terjadi? Selain karena sistem ekonomi Islam memang lebih adil, negara-negara Eropa dan lainnya sedang berlomba menciptakan pasar yang menarik bagi dana-dana asing – terutama dari Timur Tengah yang berlimpah gara-gara melonjaknya harga minyak dunia.

 

Para pemilik dana dari Timur Tengah itu, ingin menanamkan modalnya tak hanya di negara mereka tetapi ekspansi ke luar negeri, sebab mereka ingin dana yang mereka miliki semakin besar dan semakin banyak… Nah, negara-negara lain tentu saja tak ingin melewatkan peluang tersebut.. Lalu mengapa dengan ekonomi Islam? Karena para pemilik modal itu ingin menggunakan sistem ekonomi Islam dalam bertransaksi..

 

Jadi, ekonomi Islam (bank, asuransi, obligasi dan lainnya) bukan soal agama semata, tetapi lebih karena sistem ini memang diakui lebih bagus dan lebih adil…

Kalau mereka yang tak menganut Islam saja mengakui sistem ini, mengapa kita yang beragama Islam dan menjadi negeri dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, kok malah meragukan sistem ini? Menafikan… dan juga tak tahu menahu.. dan tak ingin tahu..

 

Hari gini, nggak ngerti bank syariah??? Haduhhh…please dehhh…:-)

 

 

Mengapa Bank Syariah? [1]

Sejak 1992 sebenarnya Indonesia sudah mengenal perbankan syariah atau perbankan Islam (kalo di luar negeri dikenal dengan Islamic bank). Namun, 16 tahun berlalu, masyarakat Indonsia masih saja belum memahami dengan baik apa itu perbankan syariah… Apalagi kalo bicara mengenai ekonomi Islam, wahhhh…masih jauh deh.

 

Cuma memang, sejak 1992 saat Bank Muamalat berdiri, terdapat kurun waktu yang cukup lama sampai akhirnya perbankan syariah diperhatikan secara memadai oleh pemerintah. Booming perbankan syariah terjadi setelah krisis ekonomi 1998…. Krisis tersebut menjadi momentum bagi pertumbuhan perbankan dan sistem ekonomi Islam, seperti asuransi, reasuransi dan pembiayan perumahaan dengan sistem syariah.

 

Kenapa? Karena krisis ekonomi yang demikian dahsyat ternyata tak menggoyahkan Bank Mualamat, sebagai satu-satunya bank yang menerapkan sistem bagi hasil. Ketika puluhan bank nasional antre di BI untuk memperoleh BLBI dan selanjutnya masuk ke ‘rumah sakit’ BPPN.. Bank Mualamat tegar berdiri. Bukan tanpa kerugian, tetapi bank ini tak mengalami bleeding seperti yang dialami perbankan nasional lainnya…

 

Saat itu, terbukalah mata para praktisi, ekonom dan pengambil kebijakan di negeri ini mengenai baiknya sistem bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam. Maka, muncullah satu demi satu bank syariah di Indonesia, menyusul Bank Mualamat. Tak heran, jika temanku yang awam mengenai perbankan syariah mengatakan,” kok sekarang ada wabah bank syariah.. nanti ternyata nggak bener.. Cuma ikut-ikutan aja.’’

 

Aku tersenyum mendengar kalimat tersebut. Kalau adikku lain lagi komentarnya. “Mbak, benar nggak sih, kalo bank syariah yang ada sekarang ini sebenarnya cuma namanya aja yang syariah, padahal nggak menerapkan sistem syariah, nggak murni syariah,’’ cetus dia.

 

Lalu ada lagi yang mengatakan,”bank syariah dan bank konvensional nggak ada bedanya kok.. Cuma beda istilah aja. Yang satu pake istilah margin, bagi hasil sementara yang satunya pake istilah bunga.’’ Sementara yang lainnya lagi berujar,”pusinglah kalo ke bank syariah, istilah-istilahnya itu arab… nggak familiar sama kita.”

 

Beragam ungkapan dan alasan disampaikan, intinya hanya satu : mereka tak mengerti, mereka belum paham. Jadi yaaaa… demikianlah tanggapannya..…

 

Kalo gitu, sebenarnya apa sih bank syariah?

 

Bank syariah adalah bank yang menerapkan sistem bagi hasil dalam transaksinya. Yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah akadnya. Selain itu, uang dalam sistem ekonomi syariah hanya berfungsi sebagai alat pembayaran, sementara dalam sistem ekonomi konvensional (kapitalis) uang adalah komoditas sehingga uang bisa diperjualbelikan.

 

Salah seorang agen asuransi syariah pernah memberikan contoh ekstrem. “Sama seperti ayam goreng yang kita makan di restoran. Yang satu bilang, ‘pak ini disembelih dengan mengucapkan basmalah’ sementara yang lainnya berujar,’pak ayam goreng ini diperoleh dari ayam yang tadi tertabrak mobil’. Sekarang bapak pilih ayam goreng yang mana?”

 

Hehehe.. contoh yang ekstrem tapi masuk akal sebagai ilustrasi. Akad (janji, kontrak) itulah yang paling membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. Ini terutama ketika kita ingin meminjam uang ke bank.

 

Contoh : Kalau kita pinjam uang di bank A yang menerapkan sistem syariah, maka yang akan diberikan bukan uangnya, tetapi barang yang akan kita beli dengan uang tersebut. Misalnya, kita mau membeli rumah seharga Rp 100 juta maka bank A akan membelikan rumah yang dimaksud, dan bank ini kemudian meminta margin sebesar 30 persen (Rp 30 juta). Jadi total yang dipinjam oleh nasabah adalah Rp 130 juta. (dengan catatan, besarnya margin bisa dinegosiasikan antara bank dengan calon nasabah peminjam). Jika pengembaliannya dilakukan selama  dua tahun, maka Rp 130 juta dibagi 24 bulan (Rp 5.416.666 cicilan per bulan). Sistem ini dinamakan sistem murabahah atau jual-beli. Tidak ada bunga dalam sistem ini.

Jika di bank B yang merupakan bank konvensional, maka nasabah akan mendapatkan pinjaman sebesar Rp 100 juta. Tapi pihak bank tidak tahu, apakah benar nasabah tersebut akan membeli rumah atau tidak… Kedua, pihak bank menetapkan suku bunga tergantung suku bunga pasar. Jadi cicilan per bulannya sangat fluktuatif.

 

Sekarang sudah bisa melihat perbedaannya kan?

 

Nah, di perbankan syariah itu, bukan hanya ada sistem murabahah atau jual beli, ada juga mudarabah atau bagi hasil, ada musyarakah, wadiah, istisna dan sebagainya. Yang pasti, semuanya merupakan sistem yang harus diterapkan dengan akad, dilakukan dengan pembicaraan dan musyawarah (atau negosiasi) dalam menentukan margin dan tentu saja, berdasarkan keikhlasan dari kedua belah pihak.

 

(Bersambung)

Memilih pasangan hidup [2]

 

Dalam pandanganku, ada beberapa hal yang penting didiskusikan dengan calon suami kita.

 

Pertama, arti anak dalam rumah tangga. Apakah setelah menikah, kita wajib punya anak? Jika ya, bagaimana kalau kemudian kita berdua tak dikaruniai anak? Apakah kamu akan menikah lagi? Atau kita mengangkat anak? Atau bagaimana?

Ada temanku yang sudah tiga tahun menikah, stress berat sebab suaminya menginginkan agar dirinya hamil. Yang jadi soal, si suami tak mau ikutan ke dokter untuk diperiksa… Ia bilang padaku,”Kamu enak ya, suamimu mau mengerti. Nggak memburu-buru untuk segera punya anak.” Aku tak bisa berkata apa-apa, tak mungkin aku bilang yang sebenarnya.. nanti dikira sombong dan mau pamer.. halahhh…repot!

Tapi kami berdua dulu sepakat bahwa anak bukanlah hal yang utama dalam rumah tangga, kami berdua sepakat bahwa anak adalah titipan. Kalau Allah percayakan kami untuk mempunyai anak, alhamdulillah…tetapi jika tidak, maka kami pun tak memaksakan. Alternatif lain adalah mengasuh anak orang lain… Toh makna anak bukanlah anak yang harus kita lahirkan dari rahim kita sendiri…

Ya sih, ortuku sudah mulai bertanya mengenai anak, mertua malah udah sejak bulan kedua kami menikah, sudah ribut tanya soal hamil nggak… alhamdulillah, komitmen kami berdua sudah kuat, jadi lebih tenang menghadapi semua pertanyaan, lebih santai…

 

Kedua, bagaimana jika aku bekerja dengan gaji lebih tinggi daripadamu? Apakah kamu bisa menerima atau tidak? Apakah usia istri harus lebih muda dari suami? Apakah pendidikan suami harus lebih tinggi dari istri?

Jika tidak, apakah kita tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita? Atau aku nanti berhenti bekerja saja, tapi apakah gajimu kira-kira cukup untuk hidup kita?

Calon suamiku waktu itu, tak keberatan aku bergaji lebih besar dari dia… calon suamiku juga nggak mempersoalkan perbedaan usia kami, dia lebih muda setahun dariku. Pendidikanku juga lebih tinggi dari dia… Ia bilang tak keberatan.

Lalu, aku katakan, bahwa niatku bekerja adalah untuk mengaktualisasikan diri dan kedua, untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Karena niatnya membantu, maka uang yang aku peroleh adalah uang milik dia. Aku lagi-lagi ingat bu Rita yang mengatakan hal tersebut. Dan aku sepakat dengan kata-kata bu Rita.

Jika perempuan mempunyai uang sendiri dan boleh menggunakannya untuk apa saja, hal tersebut kemungkinan bisa jadi persoalan besar dalam rumah tangga. Apalagi jika penghasilan istri lebih besar dari suami. Logikanya, yang namanya orang membantu kan, hasilnya diberikan kepada orang yang dibantu. Sebagai contoh, kalau kita ingin membantu seorang nenek penjual makanan di pasar, dengan membantu menjualkan makanannya… hasil penjualan pasti akan kita serahkan seluruhnya kepada si nenek, bukan untuk kita.

Begitu juga saat perempuan bekerja, dengan alasan membantu ekonomi keluarga.. maka artinya dia membantu suami, sebab yang mempunyai tugas mencari nafkah adalah suami. Istri tak punya kewajiban untuk mencari nafkah.. tugas dia adalah mengurus suami dan anak-anak serta rumah tangga. Tapi tak ada larangan bagi istri bekerja asalkan diizinkan suaminya. Hanya saja, itu tadi.. hasil dia bekerja adalah milik suaminya…

Dengan pemahaman seperti itu, insya Allah.. istri pun tak akan menjadi sombong dan sok berkuasa gara-gara punya penghasilan yang lebih besar dari suami, sehingga merasa lebih penting dalam keluarga. Bagaimanapun, Islam mengajarkan bahwa suami adalah imam dan harus dipatuhi…Soal latar belakang pendidikan juga begitu..

Temanku malah ada yang menikah dengan lelaki lulusan SMP, dan hanya mengikuti ujian persamaan SMA (tanpa pernah sekolah di SMA) sementara temanku lulusan universitas paling bergengsi di Indonesia, dengan pekerjaan yang bagus di kantornya. Sejauh ini, kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja dengan dua orang anak…

 

Ketiga, bagaimana pandanganmu mengenai poligami? Apakah kamu setuju atau tidak? Apa alasannya…

Bukan berarti, jika dia pendukung poligami, kita tak jadi menikah dengannya. Paling tidak, dengan mengetahui pandangan dia mengenai poligami, kita tahu ke depannya bagaimana… jangan pernah berpikir untuk mengubah dia atau pandangan dia.. Kalau pemahaman agama dia meningkat, peluang berubah itu ada.. tetapi jika tidak, setidaknya kita tahu bahwa suatu saat, jika perekonomian keluarga membaik dan sangat bagus, bisa jadi dia akan menikah lagi… Kita siap nggak? Atau kita harus bersiap-siap sejak sekarang jadi kelak tidak kaget…

 

Keempat, kalau aku NU dan kamu Muhammadiyah, maukah kamu.. kita saling menghormati pilihan itu? Toh kita sama-sama muslim…

 

Kelima, kalau kita sudah menikah kelak.. apakah kamu mengizinkan saya untuk pergi ke pengajian? Untuk menambah ilmu dan pemahaman?

 

Jika kita sudah mengetahui dengan baik jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas, insya Allah yang lainnya menjadi lebih mudah..

 

Kunci satu hal, berdoa… dan jangan dibutakan oleh pesona dia. Ketika aku memutuskan untuk menikah dengan suamiku, waktu tiga bulan itu kami sudah membicarakan hal tersebut seringkali, berulang kali.. menyamakan persepsi…

Saat menikah, aku belum mencintai suamiku, baru dalam taraf menyukainya dan sedikit terpesona… tetapi aku tahu dia lelaki yang baik dan aku yakin inilah jodohku. Aku baru menyukainya.. menyayanginya… dan setelah dua bulan menikah, aku tahu bahwa aku jatuh cinta padanya… terus saja jatuh cinta sampai sekarang, alhamdulillah..

 

(sssttt, bukan berarti suamiku sempurna.. banyak hal menyebalkan juga dari dirinya, ia juga tak sempurna sama seperti aku… tapi semuanya aku lihat dengan cinta sekaligus rasa syukur serta keyakinan bahwa dia adalah lelaki terbaik yang dikirim Allah untukku…)

 

Memilih pasangan hidup [1]

“Kalau kita mengetahui, bahwa kita sudah salah memilih pasangan hidup,bagaimana doa kita kepada Allah?”

 

Pertanyaan itu lirih terucap dari mulut seorang perempuan yang selalu berwajah muram. Ia adalah istri dari seorang pengusaha sukses dengan tiga orang anak.

 

Pertanyaan itu membuat kami yang mendengarnya terhenyak… Bu Rita yang kala itu menjadi fasilitator dalam majelis tafakuran pun, terlihat agak kaget. Sementara yang kurasakan adalah perasaan iba sekaligus “ngeri”,  miris… saat itu aku belum menikah.

Dan pertanyaan itu, menjadi sebuah pengingat dalam hari-hariku selanjutnya untuk sangat berhati-hati dalam memilih pasangan hidup.

 

Salah memilih pasangan hidup dan “terpaksa” harus terus menjalani kehidupan yang salah.. betapa tersiksanya, betapa menyakitkan, betapa tertekannya…

Maka aku pun menjadi paham mengapa wajah manis itu tak pernah tersenyum.. mengapa wajah yang selalu berkerudung rapi itu seperti menahan beban berat..

Tentu saja berat! Bertahun-tahun menjalani kehidupan buruk, sama sekali jauh dari impiannya… dan yang jelas, pastilah bukan harta penyebabnya karena ia hidup sangat berkecukupan dari sisi materi. Pastilah persoalan psikologis, kejiwaan dan ruhani yang menderita…

 

Lalu bagaimana caranya memilih pasangan hidup, agar kita tak terjebak dalam kehidupan yang pahit dan menyakitkan hati sepanjang sisa hidup kita? Bagaimanapun, kebanyakan kita akan sepakat bahwa menikah hanya satu.. insya Allah.

Menurutku, langkah pertama adalah berdoa… (dan itu yang selama ini aku lakukan, aku meminta kepada Allah agar aku dipertemukan dengan jodoh yang terbaik bagiku di mataNya.. yang dapat membuatku semakin taat kepadaNya.. alhamdulillah, kekasih hatiku memang orang terbaik yang pernah aku temui selama ini..kami bertemu dengan cara yang tak terduga, menikah empat bulan setelah perkenalan pertama… alhamdulillah, setelah menikah satu tahun lebih, aku semakin mencintainya..)

Berdoa terus menerus tanpa putus..

Kedua, saat kita bertemu dengannya, katakanlah kepadanya bahwa kita ingin segera menikah, bukan pacaran. Jika dia bersedia, maka bisa dipastikan dia adalah orang baik.. Mengapa? Sebab di usia yang sudah lebih dari 24 tahun, sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main, pacar-pacaran nggak jelas masa depan…

Jika dia mengatakan, “aku serius tapi belum tahu kapan bisa menikah karena bla..bla..bla..” hhhhhmmm…pikirlah lagi untuk menjalin hubungan serius dengannya. Lelaki yang memang berniat baik, pasti akan segera mengajak perempuan untuk menikah sebab dia ingin segera mensahkan hubungan mereka sehingga dia bisa selalu bersama-sama dengan kekasih hatinya.

Percayalah, untuk menjadi mantap menikah, tak perlu waktu yang lama… sehari pun cukup. Asalkan lagi-lagi, kita berdoa kepada Allah meminta dengan sungguh-sungguh apakah lelaki ini benar yang terbaik untuk kita…

 

Jauhkan emosi sesaat, jauhkan perasaan ingin dan hawa nafsu… sebab itu seringkali yang menjadi penghalang…

Akan jauh lebih baik jika ia adalah orang yang menjalankan shalat lima waktu setiap hari. Kata suamiku, orang yang tak pernah meninggalkan shalat lima waktu, insya Allah akan menjadi orang yang baik dan terjaga dari sikap-sikap yang sangat buruk…wallahu alam..

Tetapi bukankah shalat itu kewajiban setiap muslim? Kepala rumah tangga, seharusnya menegakkan shalat sehingga ia bisa menjadi imam yang baik dalam rumah tangga…

Kriteria selanjutnya adalah, ia harus punya pekerjaan.. tapi ia tak harus kaya raya. Dengan bekerja, ia menunjukkan bahwa dirinya bertanggung jawab.. Materi bisa dicari bersama…

Setelah bertemu dengannya, bicarakan beberapa hal yang prinsip dalam pernikahan. Menurutku ada beberapa hal yang perlu dibicarakan (yang dulu, juga aku diskusikan dengan panjang bersama calon suamiku…) :

 

Bersambung