Monthly Archives: November 2012

Edukasi Antikorupsi dengan Pendidikan Formal dan Informal

Korupsi telah menjadi kata yang akrab dengan telinga orang Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Pasalnya, kasus korupsi yang terjadi di negeri gemah ripah loh jinawi ini sudah sedemikian parah sehingga masyarakat pun kesulitan untuk mengikuti sekaligus mengawasi perjalanan penanganan kasus korupsi tersebut satu per satu.

Menurut kamus bahasa Indonesia online, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Dengan makna seperti itu, sesungguhnya korupsi sangatlah mudah dideteksi. Namun mengapa korupsi begitu mudah dilakukan dan pada waktu yang sama sulit sangat diberantas? Padahal, akibat korupsi yang dilakukan oleh banyak pihak – mulai dari pejabat tinggi, aparat hukum hingga pegawai rendahan – telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak lebih jauh adalah kesejahteraan ekonomi masyarakat luas pun terabaikan.

 

Peraturan Perundangan

Komitmen untuk memberantas korupsi, bisa dilihat dari adanya peraturan yang menaungi kegiatan tersebut dalam bentuk perundang-undangan. Hal ini karena setiap tindakan formal memerlukan payung hukum yang jelas agar mempunyai kekuatan hukum tetap.

Indonesia sudah memiliki cukup banyak Undang-Undang (UU) mapun aturan di bawahnya berkaitan dengan antikorupsi. Mulai dari UU pemberantasan tindak pidana korupsi, UU antikorupsi, UU antisuap hingga UU perlindungan saksi dan korban. Aturan di bawahnya pun cukup lengkap dengan adanya peraturan pemerintah, inpres, keppres, hingga surat edaran.

Namun tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan. Pengungkapan berbagai kasus korupsi yang diusung media massa, hanya memberikan sedikit efek jera bagi masyarakat lainnya. Hal tersebut bukan berarti KPK gagal dalam melaksanakan tugasnya, namun sosialisasi mengenai peraturan perundangan yang ada masih terbilang minim. Akibatnya masih banyak yang tidak mengetahui aturan-aturan tersebut. Di saat yang sama, para pelaku korupsi pun bisa bersembunyi dengan leluasa. Selain itu, beragamnya pemahaman masyarakat mengenai arti atau makna kata ‘korupsi’ telah menyebabkan banyak kasus korupsi tidak terungkap.

Ada juga kalangan yang mengerti aturan antikorupsi tetapi merasa tak berdaya jika harus ‘melawan’ seorang diri sekalipun ada payung hukum yang akan melindunginya. Ketiadaan partner dalam pemberantasan korupsi telah menimbulkan keengganan untuk terlibat lebih aktif. Kendala lainnya adalah, masyarakat tidak tahu cara memulai pencegahan dan pemberantasan korupsi tersebut.

 

Pendidikan formal dan informal

Dengan melihat berbagai masalah di atas, peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi hal yang mutlak. Melibatkan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi akan memberikan hasil yang lebih optimal. Apalagi jika yang dilibatkan adalah seluruh anggota keluarga, mulai dari anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) bahkan taman kanak-kanak (TK) hingga orang tua, kakek nenek bahkan pembantu rumah tangga.

Ada beragam cara untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Salah satu yang terpenting adalah melalui pendidikan, baik formal maupun informal.

Pendidikan formal yang dimaksudkan adalah pendidikan antikorupsi bagi anak-anak usia sekolah, terutama di tingkat sekolah dasar (SD). Tujuannya untuk menanamkan pemahaman dan pengertian bahwa korupsi adalah tindakan tercela dan berdosa. Fokus pada anak-anak merupakan salah satu upaya untuk mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Apalagi, pendidikan bagi anak-anak di usia muda  akan jauh lebih mudah diserap sebab secara umum mereka belum terkontaminasi oleh berbagai hal. Mengajari anak-anak tentang prinsip-prinsip antikorupsi akan menanamkan benih kebajikan yang diharapkan bisa terus diingat hingga ia kelak dewasa.

Tentu saja diperlukan formula khusus untuk menerapkan ide tersebut di dunia pendidikan Indonesia. Karena itu, KPK perlu bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan lembaga terkait lainnya untuk duduk bersama dan merumuskan berbagai bentuk rencana sosialisasi dan pendidikan antikorupsi tersebut. Suatu formula yang mengedukasi tetapi tidak membosankan.

 Cara kedua adalah dengan pendidikan informal yang  merangkul pemuka agama untuk menyosialisasikan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, ulama atau kiai mempunyai kedudukan yang penting. Nilai-nilai dan ajaran Islam yang universal bisa diterapkan untuk mendidik masyarakat agar paham dan menjauhi korupsi. Secara teknis, para ulama dan kiai diminta untuk mengagendakan materi ceramah atau pokok bahasan mengenai antikorupsi dikaitkan dengan ajaran agama. Dengan demikian, masyarakat menjadi lebih paham bahwa menghindari korupsi adalah pelaksanaan ajaran agama juga. Sementara media untuk menyosialisasikan  ‘haramnya korupsi’ itu bisa melalui khotbah jumat, ceramah agama secara berkala di masjid/mushala maupun kajian ibu-ibu majelis taklim.

Islam adalah agama yang tidak hanya menekankan aspek ibadah ritual tetapi juga memberikan perhatian besar pada pelaksanaan ibadah sosial. Karena itu, melakukan sosialisasi dan ajakan untuk mencegah dan memberantas korupsi bisa dilakukan oleh para kiai atau ulama secara terus-menerus. KPK perlu membuat kerja sama dengan MUI maupun institusi keagamaan lainnya untuk membuat rumusan agar materi antikorupsi bisa diagendakan secara berkala oleh pemuka agama saat bertatap muka dengan masyarakat.

Dengan sosialiasi yang gencar dan berkesinambungan, diharapkan pesan antikorupsi bisa diterima masyarakat dalam waktu cepat. Dengan sosialisasi tersebut, masyarakat akhirnya tak segan melaporkan tindakan yang dicurigai sebagai perilaku korupsi, karena mereka tahu bahwa mereka mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk mencegah dan melaporkannya.

Sinergi antara pendidikan formal dan informal untuk mencegah perilaku korupsi akan membuahkan hasil yang lebih baik sebab yang menerima pesan tak hanya satu kelompok dalam keluarga tetapi seluruh anggota keluarga. Jika sudah demikian, kita bisa berharap bahwa korupsi di Indonesia bisa ditekan hingga level serendah mungkin.

 

sumber foto :
1. http://voices-against-corruption.ning.com/profiles/blogs/youths-perceptions-and
2. http://voices-against-corruption.ning.com/profiles/blogs/youths-perceptions-and
3. http://aparaturnegara.bappenas.go.id/new/berita-248-ini-10-kementerian-dengan-inisiatif-antikorupsi-terbaik.html