Monthly Archives: May 2011

Bertemu TKW di Pesawat

Hari-hari ini, di antara hingar-bingar berita politik dan terorisme di media massa, ada terselip berita mengenai pemulangan ribuan TKI dari Arab Saudi. Aku jadi teringat pengalaman beberapa minggu lalu, dalam perjalanan dari dan ke Singapura, bertemu beberapa orang tenaga kerja wanita (TKW) di dalam pesawat atau saat menunggu pesawat.

Soal bertemu dengan TKW ini, tidak mengherankan sebab jumlah TKW di Singapur, menurut data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, hingga Desember 2010 adalah sekitar 19 ribu orang. Pertemuan pertama kali adalah ketika kami (aku dan keluargaku) sedang berjalan menuju pintu (gate) keberangkatan pesawat Tiger Airlines. Seseorang berlari memburuku dan menjajari langkahku dan menunjukkan selembar kertas padaku. “Bu, mau tanya.. ini pesawatnya mana ya?” dan ketika aku cek, ternyata kami punya penerbangan yang sama. Jadi aku katakan padanya, kita bisa sama-sama.

Nah, selama beberapa menit menunggu itu, dia bercerita bahwa dia dibangunkan pagi-pagi oleh majikannya untuk disuruh berangkat ke bandara. “kata majikan saya, tiket ini sampai ke Semarang,” ujarnya. Padahal, tiket pesawat itu hanya sampai Jakarta. Dan setahuku, Tiger irways nggak punya penerbangan Jakarta-Semarang. Ia juga bercerita bahwa gajinya akan ditransfer oleh majikannya, jadi saat itu dia tak membawa uang….hanya 100 dolar Singapur saja di dompetnya. Dia bilang bahwa dirinya tidak betah sehingga ingin pulang. Sudah selesai dua tahun kontraknya dan tidak ingin memperpanjang. Problemnya, bagaimana bisa uang gaji ditransfer sementara sang majikan tak pernah bertanya nomor rekening dia…

Saat menunggu itu pula, kami bertemu dengan dua TKW lainnya… Yang satu minta dipulangkan ke Indonesia karena sakit dan tidak diurus majikan. Namun dia sudah punya pengalaman bekerja sebelumnya sehingga sebelum pulang, dia sudah membereskan semua urusan administrasi. Dia terlihat santai dan berpengalaman. Meski begitu, dia bilang bahwa majikannya yang ini, tidak baik karena membiarkan dirinya sakit tanpa dibawa ke dokter. “Masa cuma dikasi balsem aja, nggak dibawa ke dokter?” cetus dia. Konon, sang majikan pun sempat mengancam dirinya untuk dilaporkan ke polisi saat dirinya minta pulang dan berhenti bekerja. “Saya salah apa? Kok mau dilaporkan ke polisi? Saya mencuri ma? Saya membunuh ma?” katanya… Perhatikan kata-kata dia, “ma”… adalah pengaruh bahasa mandarin. Semacam “kah” dalam bahasa Indonesia atau “mah” dan “tea” dalam bahasa Sunda.

Mbak TKW yang ketiga ini cantik dan trendy. Dia hanya liburan selama dua minggu. Majikannya baik, makanya dia betah bekerja, sudah lima tahun di majikan yang sama – Orang Indonesia yang menikah dengan Orang Singapur. Dia juga tampaknya cukup menguasai bahasa inggris dengan baik. Saat menegur bayiku, dia menggunakan bahasa inggris dengan logat yang cukup fasih.
Ketiganya akhirnya bersama saat keluar dari pesawat setibanya di bandara Soekarno-Hatta. TKW pertama yang merasa dirinya “gagal” bekerja, benar-benar tak tahu apa-apa. Bahkan dia tak mengisi lembaran putih dari Kantor Imigrasi, yang dibagikan oleh pramugari. Mungkin dia tak tahu, dan tak melihat ada perlunya… jadi pas akan melewati imigrasi, dia harus menemui petugas di lantai dua atau tiga, dan mengisinya dan baru bisa keluar melewati imigrasi.

Persoalan muncul ketika akan mengambil bagasi. Mbak TKW pertama ini panik dan terus bingung, bagaimana dia bisa sampai di Semarang dengan berbekal hanya 100 dolar singapur? Lalu mbak TKW yang cantik menawarkan untuk melapor ke petugas di bandara Soetta tersebut sehingga diurus oleh pemerintah, mengenai gaji dan sebagainya sekaligus kemungkinan sanksi bagi bekas majikannya itu. Namun si mbak ini tak mau…

Tak sengaja, suamiku bilang ke petugas yang kebetulan berjaga di dekat pintu keluar dari bandara, setelah mengambil bagasi, bahwa si mbak ini kasian, ditipu ama majikannya. Tapi ya ampun, ternyata itu menjadi “bencana” buat mbak-mbak TKW itu..sebab kemudian datang beberapa ‘petugas’ perempuan tak berseragam tapi pakai name tag, mendekati…dan menjelaskan bahwa pintu TKW berbeda dengan pintu penumpang lain. Mereka juga terlihat agak ngotot mengajak mbak-mbak TKW ini untuk melewati jalur khusus TKW itu…

Si mbak yang bermasalah itu nggak mau, dan pengen tetep pulang bareng aku. Kata salah satu petugas,”Boleh ikut bapak-ibu ini, tapi mereka harus menandatangi surat pernyataan…”. haduh, kok jadi ribet begini… Padahal, maksudnya kan nggak gitu..

Sementara itu, satu mbak yang lain, yang sudah berpengalaman kerja, yang sudah selesai kontraknya,…menunjukkan raut muka tak mau lewat jalur khusus TKW..sebab “di sana, kita harus bayar sampe 2 juta,’’ katanya. Wahhh, masa’ siy? Kok jadi ada pungutan gitu? Bukannya mereka ini bekerja di luar negeri karena mereka perlu dan mereka membantu keluarga mereka untuk memperbaiki taraf hidupnya.. dan mereka juga bawa devisa ke negeri ini, kok malah kena pungutan gitu?

Kami jadi agak menyesal keceplosan ngomong. Tapi sudah telanjur…dan kami tak bisa berbuat apa-apa. Sementara mbak TKW yang cantik dan trendy justru lebih bijak dan bilang, dia akan urus semuanya… Hmmm, semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka, tidak juga dipungut uang yang nggaks eharusnya…Duhh…duh..maafkan kami yaa, kami tak tahu bahwa berhubungan dengan petugas justru bikin ribet…bukannya membantu…