Monthly Archives: December 2009

Sulitnya menata hati

siapakah orang yang paling beruntung? sulit sekali menjawab pertanyaan itu.. sebab menurut agama, banyak sekali kategori orang yang beruntung itu… yang artinya, ada banyak jalan dan cara untuk menjadi orang yang beruntung… tentu saja, bukan beruntung dalam pemahaman bermateri banyak alias kaya.. atau mendapatkan lotre maupun warisan mendadak…
yang aku bicarakan di sini adalah, orang yang beruntung dalam kacamata agama kita…
bagiku, yang paling mengena untuk menjadi orang yang beruntung adalah dengan menjadi orang yang baik, yang berusaha senantiasa membantu orang lain yang membutuhkan maupun yang belum membutuhkan pertolongan kita.. yang mengulurkan tangan dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih kepada manusia, sebab yang membalas dengan balasan terindah adalah Allah SWT…
Tampaknya mudah berbuat baik kepada orang, bahkan memberikan senyuman kepada orang lain pun bernilai ibadah… Tapi kenyataannya ternyata yang seringan itupun, tak mudah lho…
aku merasakannya…seringkali mengalami ujian yang mendalam pada urusan senyum ini…
ketika bertemu seseorang yang sudah membuat kita sebel, atau selalu tak ramah pada kita, apakah kita akan tetap tersenyum padanya? atau memilih untuk membalasnya dengan tindakan yang sama?
Senyum yang tulus itu, muncul ketika hati kita juga ikhlas…. dan itu sangat sulit…
sungguh sulit menata hati ini agar bisa menampilkan senyum yang muncul dari hati yang bersih…
Itu baru urusan senyum…. belum lagi urusan yang lebih ‘berat’ seperti membantu orang lain dengan materi atau tenaga….
betapa hati kita harus seluas samudera untuk menjadi orang yang beruntung di mata Allah SWT…
aku memilih jalan terjal ini, sebab aku juga menyadari bahwa shalatku masih jauh dari sempurna, puasaku, dan ibdaha-ibadah ritualku yang lain masih ala kadarnya… maka aku ingin menjadi orang yang berguna baik orang lain, agar menjadi beruntung di mata Allah.. agar mendapat kasih sayangNya….
bukankah jika kita memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusan kita?

Tapi, sekali lagi, ini bukan perkara yang mudah… bahkan sangat sulit..
aku berkali-kali jatuh dan terjerembab dalam ikhtiar ini.. duhhhh, aku ngeri menjadi orang yang merugi… aku mengira aku sudah berbuat kebajikan tetapi sebenarnya aku sedang menjadi orang yang merugi, nauzubillahi min dzalik…
kepada suamiku, kadang aku bilang, kok melelahkan ya semua ini… tapi di hari lain, ketika aku merasa sedikit lebih kuat, aku bilang juga kepada kekasihku itu, “kita berbuat baik, bukan karena ingin orang lain membalas kebaikan kita, tetapi karena Allah menyuruh kita berbuat baik…”
Indah bukan, kata-kata itu?
Tetapi mana ada kehidupan tanpa ujian? Bukankah Allah sudah berfirman bahwa manusia di dunia adalah untuk diuji.. maka pilihan untuk menjadi salah satu orang yang beruntung itu pun, dipenuhi dengan ujian.. yang kadang-kadang membuat kita lupa..
maka kita memang harus mengukur kemampuan kita, keikhlasan kita…. jangan sampai berlebihan… maka kita pun harus senantiasa meluangkan waktu untuk merenung.. bertafakur, mengevaluasi tindakan-tindakan kita.. sehingga kita bisa segera meluruskan langkah, saat arah melenceng…
ya Allah, bantulah aku.. amin..

Idul Adha tanpa Potong Hewan Qurban

Ini sebuah pengalaman baru yang lain. Idul Adha yang jatuh pada hari Jumat yang lalu, aku rayakan tanpa ada kegiatan pemotongan hewan qurban… Rasanya aneh, dan wagu..hehehe
hal kedua yang juga terasa aneh adalah, perbedaan pendapat mengenai jatuhnya hari Idul Adha di sini…
Kalo di Indonesia, umumnya perbedaan pendapat terjadi saat menentukan 1 Syawal… tetapi di Brisbane ini, hari Idul Adha terbelah menjadi dua… ada yang merayakan hari Jumat dan ada yang merayakannya hari Sabtu. Bersama banyak students di Brisbane, aku memilih untuk berhari raya pada Jumat… pertimbangan praktisnya, kendaraan umum lebih memadai saat weekdays.. 🙂
yang terasa aneh, jumlah yang merayakan idul adha hari Jumat hampir sama banyaknya dengan yang merayakan idul adha sabtu… Jadi tidak seperti di Indonesia, yang mayoritas merayakannya hari Jumat dan sebagian kecil hari sabtu…
Kalo di sini, kemarin itu, sepertinya muslim terbelah menjadi dua bagian yang hampir sama besarnya….

Lalu, balik lagi ke persoalan idul adha tanpa hewan qurban… Sejak kecil, aku terbiasa.. bahwa idul adha itu sama juga dengan pemotongan hewan qurban… bisa hewan qurban siapa saja.. Yang tidak berqurban, tetap bisa menyaksikan kegiatan pemotongan hewan qurban ini.. di masjid ato di rumah tetangga sebelah… Intinya, nuansa Idul Adha adalah hewan qurban…
Di sini, aku tak melihatnya sama sekali…
bahkan, seusai shalat idul Adha, yang terjadi berikutnya adalah… dibukanya permainan anak-anak lazimnya pasar malam, ada komedi putar, ada halilintar bahkan ada kuda poni yang siap ditunggangi anak-anak….di sudut yang lain, tenda-tenda penjual makanan bersiap melayani pembeli…
Uniknya lagi, arena permainan anak-anak berbayar ini (tidak gratis), didirikan di arah qiblat.. jadi para jamaah shalat ied, menghadap qiblat yang juga sekaligus menghadap arena permainan tersebut!
aku merasa aneh melihat semua itu.. tapi ya, mungkin begitu tradisinya…:)
nah kemudian salah seorang temanku dari Indonesia, bertemu dengan temannya yang orang Arab, ternyata di Arab, kegiatan seperti ini merupakan hal yang lazim. Yakni, usai shalat ied adha, ada permainan untuk anak-anak dan bazaar makanan… hhhmmm, rupanya ini budaya Arab…
nggak heran juga, sebab mungkin di sana (Arab) tak pernah ada kegiatan pemotongan hewan qurban… karena hewan-hewan qurban dari negeri-negeri kaya minyak itu dikirim ke negara lain, yang penduduk miskinnya banyak…
sementara untuk qurban para orang Indonesia, ya sama… kita bisa mengumpulkan dana qurban itu ke lembaga Islam yang ada di Brisbane yang kemudian akan disalurkan ke Indonesia…

Ada yang terasa hilang memang, saat merasakan semua itu…
tapi sekali lagi, ini kan bagian dari risiko bersekolah di negeri berpenduduk mayoritas non-Muslim…. jadi ya, dinikmati saja…
aku sendiri, memasak lontong untuk hari idul adha, plus balado telur dan gado-gado… dimakan di rumah…kebetulan sudah masuk hari liburan semester, jadi ya seharian di rumah saja, usai shalat ied….

di satu sisi, menjadi muslim di negara non-Muslim memang penuh tantangan dan menarik, sekaligus mendidik kemandirian sebagai Muslim.. sebab kita tak dimanjakan oleh fasilitas… tapi di sisi lain, terasa kerinduan akan nuansa Islam yang begitu kental di tanah air…